Senin, 08 Juni 2015

Al Mahkum Fiih



                           
A. PENDAHULUAN
            Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak boleh seenaknya sendiri, semuanya sudah diatur oleh Allah. Dia-lah sang pembuat hukum yang diperintahkan kepada seluruh mukallaf, baik yang berkaitan dengan hukum taklifi maupun yang terkait dengan hukum wadh’i. Untuk menyebut istilah hukum atau objek hukum dalam ushul fiqih disebut Mahkum Fiih, karena didalam peristiwa itu ada hukum seperti hukum wajib dan hukum haram. Atau lebih mudahnya adalah perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari’ itu adalah mahkum fiih, berikut penjelasan dari mahkum fiih. 
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Mahkum Fiih
فِعْلُ الْمُكَلَّفِ اَلَّذِىْ تَعَلَّقَ الْحُكْمُ بِهِ اَلْمَحْكُومْ فِيْهِ هُوَ (Mahkum fiih adalah Perbuatan mukallaf yang dibebani hukum atasnya). Firman Allah SWT:
يَا اَيُّهَا اَّلذِيْنَ اَمَنُوْ آَوْفُوْ بَالْعُقُوْدِ   
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad itu(Q.S 5, al-Maidah:1)
Contoh ayat diatas, menjelaskan hukum kewajiban (ijab), yang berhubungan dengan perbuatan diantara perbuatan-perbuatan mukallaf, yaitu memenuhi janji (penuhilah akad itu)  Maka “ijab” menjadikan memenuhi janji itu adalah wajib.
 firman Allah SWT:
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلي أَجَلٍ مُسَمَّي فَاكْتُبُوْهُ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (Q.S 2, al-Baqoroh:282)
Contoh ayat diatas, menjelaskan hukum sunat (nadb), yang berhubungan dengan perbuatan di antara perbuatan-perbuatan mukallaf, yaitu mencatat piutang (hendaknya kamu mencatatnya). Maka nadb menjadikan mencatat piutang itu adalah sunat.
Firman Allah SWT:
وَلَا تَقْتُلُوالنَّفْسَ
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa. (Q.S 3, al-An’am 151). (Khalaf.1991: 201)
Contoh ayat diatas, menjelaskan hukum haram (tahrim), yang berhubungan dengan perbuatan diantara perbuatan-perbuatan mukallaf, yaitu membunuh jiwa (dan janganlah kamu membunuh jiwa). Maka tahrim menjadikan membunuh jiwa itu adalah haram.
Firman Allah SWT:
وَلاَ تَيَمَّمُواالْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ
Artinya: Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya. (Q.S 2,al-Baqoroh:272)
Contoh ayat diatas menjelaskan hukum makruh (karohah), yang berhubungan dengan perbuatan diantara pebuatan-perbuatan mukallaf, yaitu infaq (janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan). Maka karohah itu menjadikan perbuatan infaq itu makruh.
            Firman Allah SWT:    
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا اَوْ عَلَي سَفَرً فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ اُخَرَ
Artinya: maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalm perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah bagimu berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Q.S 2, al-Baqoroh:184)

Contoh ayat diatas, menjelaskan hukum kebolehan (ibahah), yang berhubungan dengan sakit dan bepergian, maka kebolehan itu menjadikan masing-masing sakit dan bepergian itu membolehkan berbuka. (Khallaf:1991:202)
2. Syarat Sahnya Tuntutan Dengan Perbuatan
Didalam perbuatan yang syah tuntutannya menurut syari’, disyaratkan adanya tiga syarat:
a.       perbuatan itu benar-benar diketahui oleh mukallaf, sehingga dia dapat mengerjakan tuntutan itu sesuai dengan yang diperintahkan
Atas dasar ini, maka tidak sah menuntut mukallaf dengan nash-nash yang global kecuali setelah terdapat penjelasan dari Rosulullah SAW. Jadi firman Allah SWT:
أَقِيْمُوالصَّلواة
Artinya: Dirikanlah sholat: Adalah nash al-Qur’an yang belum menjelasakan rukun-rukun sholat, syarat-syaratnya dan cara menunaikannya. Maka bagaimana bisa dituntut dengan sholat, orang yang tidak mengetahui rukun-rukunya, syarat-syaratnya dan cara menunaikannya. Karena itu Rasulullah menjelaskan keglobalan nash ini dan bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
Artinya: Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sedang menunaikan sholat.
Begitu juga dalm hal haji, puasa, zakat dan setiap perbuatan yang berhubungan dengan khitab syari’ yang global, yang  tidak diketaui maksudnya. Tidak sah menggunakan tuntutan dengan khitab yang global itu. Tidak sah pula menuntut mukallaf untuk mengikutinya kecuali setelah ada penjelasan mengenai hal itu. Karena itu Allah telah memberi kekuasaan kepada Rosulnya dengan firman-Nya:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ

Artinya: Dan kami turunkan kepadamu al-Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturukan kepada mereka (Q.S 16, an-Nahl:44)
Dan Rasulullah telah menjelaskan keglobalan nash didalam al-Quran dengan sunahnya yang bersifat ucapan dan perbuatan..
b.      diketahui bahwa tuntutan itu keluar dari orang yang punya kekuasaan menuntut, atau dari orang yang wajib diikuti hukum-hukumnya oleh mukallaf. Karena dengan pengetahuan ini  tertujulah keinginannya untuk mengikutinya. (Khallaf:1991:204)
c.       perbuatan yang dituntut itu adalah perbuatan yang mungkin bisa dilakukan atau ada kemampuan mukallaf untuk mengerjakan (mencegahnya). Dari syarat ini bercabanglah dua hal:
1)      Menurut syara’ tidak sah membebani hal yang mustahil yang tidak mungkin bisa dilakukan.
2)      Menurut syara’ tidak sah membebani mukallaf agar selain dia mengerjkan perbuatan atau mencagahnya. Contohnya seperti sabda Nabi Muhammad SAW:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رجلا قال للنبي صلي الله عليه وسلم أوصني قال لاتقضب فردد مرار              قال: لا تقضب (رواه البخاري)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa ada seseorang yang berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, berilah aku pesan!” Beliau bersabda, “janganlah kamu marah!” orang itu mengulang-ulang permohonannya, namun Nabi tetap saja hanya berpesan. “janganlah kamu maarah!” (HR. Al-Bukhari)
(لاَتَغْضَبْ)   ”Jangan marah”. Lahirnya (larangan ini) adalah beban menahan hal yang bersifat naluri, bukan bersifat usaha manusia yaitu menahan marah ketika ada faktor-faktor yang mendorong untuk marah. Tetapi pada hakikatnya adalah bebean mencagah hal-hal yang dapat menimbulkan amarah. Dan mencagah menimbulkan amarah dari pergolakan jiwa dan manifestasi keinginan untuk membalas. Maka yang di maksud ialah tahanlah dirimu ketika marah, dan jagalah diri dari pengaruhnya yang jelek. (Khallaf:1991:208)
 
3. Pembagian Musaqot (Kesulitan)
Setiap yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari macam kesulitan. Karena beban atau taklif itu menetapkan sesuatu yang mengandung kesusahan atau kesulitan, dan kesulitan (masyaqat) itu ada dua macam:
a.       kesulitan yang sudah menjadi kebiasaan manusia untuk menanggungnya, dan kesulitan itu masih ada di batas-batas kemampuan mereka, seperti kesulitan-kesulitan yang senantiasa  ada pada manusia waktu mencari rejeki  berupa bercocok tanam, berdagang dan lain-lainnya.
Kesulitan kepayahan itu adalah media untuk sampai kepada tujuan dan keuntungan-keuntungan yang harus dipunyai manusia untuk menegakkan kehidupannya. (Khallaf:1991:210)
b.      kesulitan yang keluar dari kebiasaan manusia. Tidak mungkin mereka dapat senantiasa menanggungnya. Karena meraka ketika senantiasa menanggung kesulitan itu akan mendapatkan kemelaratan serta kesakitan pada dirinya dan hartanya, atau sebagian dari keadaannya. Seperti puasa dengan berdiri sambil menatap matahari, Nabi bersabda:
أَتِمَّ صَوْمَكَ وَلاَتَقُمْ فِى الشَّمْس
Artinya: Sempurnakan puasamu, dan jangan berdiri menghadap matahari.
Kesulitan seperti inilah yang syari’ tidak membebani, karena beban-beban itu dapat mendatangkan kesulitan, dan mukallaf tidak harus menanggungnya. Maka kesulitan yang termasuk macam ini, apabila amal yang dibebankan mendatangkan kesulitan, maka Allah SWT telah menolak kesulitan itu dengan mensyariatkan hukum rukhsah. (Khallaf:1991:212)
4. Pembagian Qudrat (Kekuasaan, Kesanggupan)
            Para ahli Ushul Hanafiyah membagi qudrat kepada dua bagian:
1      Qudrat mumakkinah, ialah:


سَلاَ مَةُ أَلاَتِ الْفِعْلِ وَصِحَّةُ اَسْبَابِهِ
kesanggupan yang terdapat pada seorang mukallaf untuk menyelenggarakan sesuatu suruhan, baik suruhan itu mengenai badan maupun mengenai hati. Dengan ada qudrat itu mudahlah mukallaf melaksanakan kewajiban”.
Contohnya seperti: qudratnya yang ada pada orang sehat wal ‘afiat, segar bugar dan di wajibkan untuk menunaikan sholat. Seseorang yang mempunyai qudrat mumakkinah, wajib atasnya menunaikan kewajibannya di dalam waktunya. Jika ia tidak menjalankan kewajibannya,ia tinggalkan tanpa ada halangan, berdosalah ia, dan wajib mengqadla yang ada qadlanya. (Shiddieqy:1981:225)
2      Qudrat muyassirah, ialah:

هِىَ الزَّائِدَةُ عَلَى مِقْدَارِ التَّمَكُّنِ بِالْيُسْرِ
“qudrat yang melebihi qudrat yang telah lalu”
Yakni: selain dari mempunyai kesejahteraan alat, juga mempunyai kesempatan atau kelapangan untuk menunaikannya, seperti zakat. (Shiddieqy:1981:226)
5. Jenis-Jenis Amal Yang Menjadi Bidang Perpautan Hukum
Apabila kita selidiki pekerjaan-pekerjaan kita yang disangkutkan hukum kepadanya, nyatalah pkerjaan-pekerjaan itu terbagi kepada beberapa bagian:
a.       Pekerjaan-pekerjaan yang dipandang hak Allah semata
مَا هُوَ حَقٌّ اللهِ تَعَالَى خَالصًاً
Yaitu: segala yang umum manfaatnya, bagian ini terbagi kedalam delapan bagian:
1)      Pekerjaan-pekerjaan yang dipandang ibadah semata,seperti: iman,shalat, shiyam, haji, umrah dan jihad
2)      Pekerjaan-pekerjan yang didalamnya terasa beban dan diwajibkan, seperti: nafaqah.
3)      Pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan lantaran orang lain, tetapi mengandung pengertian ibadat.


4)      Pekerjaan-pekerjaan yang terasa berat bagi kita untuk melaksanakannya karena orang lain dan mengandung pemaksaan.
5)      Pekerjaan-pekerjaan yang tidak bersangkut dengan tanggungan seseorang
6)      Pekerjaan-pekerjaan yang semata-mata pemaksaan.
7)      Pekerjaan-pekerjaan yang dipandang setengah pemaksaan
8)      Pekerjaan-pekerjaan yang mengandung ibadat dan pemaksaan (Shiddieqy:1981:229)
b.      Pekerjaan-pekerjaan yang semata-mata dipandang hak hamba.
مَاهُوَحَقُّ الْعِبَادِصِرْفًا.
Pekerjaan semacam ini ialah seperti: membayar harga barang yang kita rusakkan, memiliki barang yang dibeli dan sebagainya.
c.       Pekerjaan-pekerjaan yang berkumpul padanya hak Allah dan hak hamba. Akan tetapi hak Allah lebih menonjol.
مَااجْتَمَعَ فِيْهِ الْحَقَّانِ وَحَقُّ الْلهِ غَالِبٌ.

d.      Pekerjaan-pekerjaan yang berkumpul padanya hak Allah dan hak hamba. Akan tetapi hak hamba lebih menonjol.
مَااجْتَمَعَ فِيْهِ الْحَقَّانِ وَحَقُّ الْعَبْدِ غَالِبٌ.
Bagian ini ditamsilkan dengan qishas (menuntut bela). Karena hak hamba lebih besar, boleh bagi hamba yang mempunyai hak itu mengambil dhiyat saja dan boleh pula baginya memaafkan saja.
segala pekerjaan yang menghasilkan manfaat umum, dinamai: haq Allah. Dan segala pekerjaan yang menghasilkan manfaat khusus, dinamai: hak hamba.  Setiap  perbuatan yang dipandang hak hamba, boleh untuk digugurkan atau dihilangkan. Dan setiap perbuatan yang dihukumi hak Allah, tidak boleh digugurkan atau dihilangkan,.(Shiddieqy:1981:231


C. Kesimpulan
Semua perbuatan yang berhubungan dengan hukum syara’ dinamakan Mahkum Fiih. Akan tetapi ada syarat-syarat tertentu agar perbuatannya dapat dijadikan objek hukum. Dalam mengerjakan tuntutan tersebut tentu mukallaf mengalami kesulitan-kesulitan (musyaqat). Ada yang mampu diatasi oleh manusia ada juga yang tidak mampu dilakukan. Mukallaf yang telah mampu mengetahui khitab syar’i (tuntutan syar’i) maka sudah dikenakan taklif atau beban.

Daftar Pustaka
Khallaf, Abdul Wahab. 1991. Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: CV RAJAWALI.
Ash Shiddieqy, Hasbi. 1981. Pengantar Hukum Islam. Jakarta: BULAN BINTANG

1 komentar:

  1. Best casino bonus codes 2021 | Free spins no deposit
    Find https://deccasino.com/review/merit-casino/ a list of the casino bonus codes and promotions for United Kingdom players. Discover bonus codes for gri-go.com casinos with free spins no deposit on registration.‎How many free herzamanindir.com/ spins do you receive from the casino? · ‎What are the bonuses for United Kingdom players? https://jancasino.com/review/merit-casino/ · ‎What are the free worrione spins and promotions for United Kingdom players?

    BalasHapus