Jumat, 09 Oktober 2015

Jabariyah Qadariyah (Tokoh,Doktrin, dan Sub Golongan)




A. Aliran Jabariyah
1.      Pengertian  Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya’ nisbah) memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut as-Syahrastani menegaskan baham paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.[1] Dalam istilah inggris faham ini  disebut fatalisme atau presdetination, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan semua dari semula oleh qadla dan qadar Tuhan.[2]

2.      Asal-usul kemunculan Jabariyah
Faham al-jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Ahmad Amin seorang ahli sejarah pemikiran mengkaji mengenai kemunculan faham al-jabr, ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini  membawa mereka pada sifat fatalism.[3]  
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan faham ini, misalnya:

Dalam surat al-An’am: 111
$¨B[4] (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ  
Artinya: Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Dalam surat ash-Shafat: 96
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ  
Artinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
Dalam surat al-Anfal: 17
öNn=sù öNèdqè=çFø)s?  ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øŒÎ) |MøtBu  ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu
Artinya: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
Dalam surat al-insan: 30
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ  
Artinya: Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
            Ayat-ayat tersebut terkesan membawa seseorang pada pikiran Jabariyah. Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikir Jabariyah masih tetap ada dikalangan umat islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada.[5]

3.      Tokoh Jabariyah
a.       Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shofwan. Ia berasal dari khurasan, bertempat tinggal di kuffah. Ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang menentang pemerintah Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.
b.      Ja’d bin Dirham
Al Ja’d adalah sorang Maulana Bani Hakim, yang tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan dalam lingkungan Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar dilingkungan pemerintah Bani Umayah, teteapi ssetelah tampak pemikiran-pemikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudia Al-Ja’d lari ke Kuffah dan disana ia bertemu dengan Jahm, serta mentrasfer pemikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarkan.

c.       An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husein bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah.

d.      Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr.

4.      Doktrin dan Sub Golongan Jabariyah
Menurut Asy-Syahrastani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu ekstrim dan moderat.[6]
Doktrin Jabariyah ekstrim dengan tokohnya yaitu Jahm bin Shofwan dan Ja’d bin Dirham berpendapat bahwa segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul atas kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.

Misalnya, kalau seorang mencuri, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qadla dan qadar Tuhan menghendaki yang demikian. Dengan kata kasarnya, ia mencuri bukan atas kehendaknya, tetapi Tuhanlah yang memaksanya mencuri.
Manusia, dalam faham ini, hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang, demikian pula manusia bergerak dan berbuat karena digerakkan Tuhan. Tanpa gerak dari Tuhan manusia tidak dapat berbuat apa-apa.[7] Doktrin-doktrin Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
a.       Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
b.      Surga dan neraka tidak kekal.
c.       Iman adalah makrifat atau membenarkan dalam hati.
d.      Kalam Tuhan adalah makhluk.
e.       Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
f.       Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Doktrin Jabariyah moderat dengan tokohnya yaitu An-Najjar dan Ad-Dhirar berpendapat bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquistin). Menurut faham kasab manusia tidaklah majbur ( dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. Menurut faham ini Tuhan dan manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatan-perbuatannya. Doktrin-doktrin Jabariyah moderat adalah sebagai berikut:
a.       Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
b.      Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat’
c.       Satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan.[8]
B. Aliran Qadariyah
1.      Pengertian Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan. Adapun menurut terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.
Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu  atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.[9] Qadariyah bertolak belakang dengan Jabariyah.
Qadariyah adalah kelompok yang bersikap ekstrim dalam menetapkan kehendak dan kemampuan manusia, sehingga meniadakan adanya kehendak, pilihan atau penciptaan Allah dalam setiap perbuatan manusia.[10] Dalam istilah inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act.[11]
2.      Asal-Usul Kemunculan Qadariyah
Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Tidak dapat diketahui kapan aliran ini muncul dalam sejarah perkembanganteologi islam. Tetapi menurut ahli-ahli teologi islam, Qadariyah pertama kalinya ditimbulkan oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani. Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi mengmabil aliran ini dari seorang kristen yang masuk isalam di Irak.[12] Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700 M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan.

Bahkan  pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah[13].

3.      Tokoh Qadariyah
Aliran Qadariyah dipelopori oleh dua tokoh yaitu Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan al-Dimasyqi.
            Ma’bad al-Jauhani ia adalah seorang Tabi’in yang baik, ia memasuki lapangan politik dan memihak kepada ‘Abd al-Rahman Ibn al-Asyias, Gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayah. Dalam pertentangan melawan al-Hallaj Ma’bad mati terbunuh dalam tahun 80-H.

            Setelah wafatnya Ma’bad al-Jauhani Ghailan al-Dimasyqi terus menyebarkan faham Qadiriyah di Damaskus tetapi mendapet tantangan dari khalifah Umar Ibn ‘Abd al-‘Azis. Setelah Umar wafat ia melanjutkan kegiatannya yang lama, sehingg ia akhirnya mati di hukum oleh Hisyam Ibn ‘Abd al-Malik (724-743).[14]

4.      Dokrin Qadiriyah
Doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala hal baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah memilliki takdir yang tidak dapat diubah manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam.
Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautanlepas. Akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatig. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil, manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan sehingga dia dapat juga berenang di laut lepas. Disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia? Siapa dapat membatasi daya imajinasi manusia? Dan dimana batas akhir kreatifitas manusia?
Dengan pemahaman semacam ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri. Banayak ayat Al-Qur’an yang dapat mendukung pendapat ini, misalnya: Dalam surat al-Kahfi:29:
`yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù
Artinya: Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
            Dalam surat Ali Imran: 165 disebutkan:
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB ôs% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4¯Tr& #x»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ÏYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÏÎÈ  
Artinya: Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
            Dalam surat ar-Ra’d: 11 disebutkan:
 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ ÇÊÊÈ  
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.[15]
Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
           

BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang absolut?.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah ataupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Alquran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.
B.        Saran
Disarankan peunulis selanjutnya dapat menyempurnakan makalah ini, dan semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.


Daftar Pustaka
Ammar, Abu, Mizanul Muslim 1, Sukoharjo: Cordova Mediatama, 2013
Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2006.
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah analisis perbandingan, Jakarta: UI-Press 1986


     [1]  Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung:CV PUSTAKA SETIA, Hlm. 63
     [2]  Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, Hlm. 31
     [3] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 64.
    
     [5] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 65-66
      [6] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 67
     [7] Harun Nasution, Teologi Islam . . . , 34
     [8]  Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 69
     [9]  Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 70
     [10] Abu Ammar, Mizanul Muslim 1, Sukoharjo: Cordova Mediatama, Hlm. 174
     [11] Harun Nasution, Teologi Islam . . . , 31
     [12] Harun Nasution, Teologi Islam . . . , 32
     [13]  Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 71
     [14]  Harun Nasution, Teologi Islam . . . , 32-33
     [15]  Rosihon Anwar, Ilmu Kalam . . . , 73-75